Senin, 19 September 2022

Rekonstruksi Pemikiran Teologi Islam : Pengantar terhadap Saripati Pemikiran Hassan Hanafi


Kalangan Akademisi menyebut "Ilmu kalam" yang telah menjadi darah - daging bagi mayoritas ummat Islam, Hassan Hanafi berpendapat bahwa pemikiran ilmu kalam tersebut memiliki titik kelemahan yang cukup mendasar, karena menurutnya tidak memiliki bukti secara "Ilmiah" maupun "filosofis".

Penjelasan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah adalah bahwa metode teologi dinilai tidak mampu mengantarkan kepada keyakinan atau pengetahuan yang menyakinkan tentang Tuhan dan wujud-wujud spiritual lainnya, tetapi baru pada tahap mendekati keyakinan, yang dimaksud Hassan Hanafi tidak dapat dibuktika secara filosofis bahwa teologi lebih berisi ide-ide kosong dan melangit, bukan ide-ide konkret yang mampu membangkitkan dan menuntun umat dalam mengarungi kehidupan nyata sehingga teologi menjadi asing dari dirinya sendiri dan dari masyarakat. Faktanya, Doktrinasi teologi yang bersifat Dialektis cenderung tertuju pada ketahanan menjaga kemurnian yang bersifat teosentris, tanpa menduskusikan masalah - masalah yang berhubungan dengan watak sosial serta sejarah manusia yang bersifat antroposentris. Selain itu, Rumusan - rumusan teologi juga sering dipergunakan sebagai persembahan pada penguasa, yang dianggap sebagai wakil Tuhan di muka Bumi. Konsekuensinya adalah adanya kecenderungan untuk menjadikan alat legitimasi bagi Status quo dan bukan sebagai wahana pembebas dan penggerak manusia pada kemandirian dan kesadaran. Atas dasar inilah Hassan Hanafi menyatakan bahwa teologi Asy'ari menjadi penyebab kemunduran islam, di samping sufisme.

Dengan demikian pula secara praktis, Teologi tidak lagi sebagai pandangan hidup secara utuh, penyusunan rumusan Teologi tanpa dasar kesadaran murni serta nilai - nilai tindakan manusia, Sehingga melahirkan kepribadian ganda (split personality) antara keimanan teoritik dan keimanan praktis ummat islam yang pada akhirnya melahirkan nilai - nilai sikap ganda atau sinkretisme kepribadian. Menurut Hassan Hanafi, budaya sinkretis tersebut tampak jelas dengan adanya paham keagamaan dan sekularisme ( dalam aspek budaya ), Paham tradisional dan modern ( dalam aspek peradaban), paham Timur dan Barat ( dalam Politik), paham konservatisme dan proresivisme ( dalam sosial), serta paham kapitalisme dan sosialisme ( dalam aspek ekonomi).

Daftar Rujukan

  1. Pernyataan dan kritik terhadap teologi seperti ini sebelumnya pernah disampaikan oleh Al-Farabi (870-950 M) dan Al-Ghazali (1050–1111 M).
  2. A Khudori Soleh, Ilmu Kalam dalam Hierarkhi Keilmuan Perbandingan antara al-Farabi dan al-Ghazali (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1997). Tesis tidak dipublikasikan.
  3. Hassan Hanafi, Agama, Ideologi, dan Pembangunan (Jakarta: P3M, 1991).
  4. AH. Ridwan, Reformasi Intelektual Islam (Yogyakarta: Ittaqa Press, 1998).
  5. Hassan Hanafi , Min al-Aqîdah ila al-Tsaurah, I (Kairo: Maktabah Matbuli, 1991).

Tidak ada komentar:

Bila Mesin Berkuasa, Apalah Daya Manusia?

Sebagai kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang berupaya berfikir kritis dengan berbagai metode berfikir sesuai konteknya. Seperti C...