Di Abad 21, filsafat Islam kini kurang mendapat perhatian. Filsafat Islam tidak memiliki ruang belajar sendiri. Faktanya, hal itu mungkin hampir dilupakan. Tidak hanya itu, di perguruan tinggi Islam, filsafat Islam cenderung menjadi mata pelajaran pelengkap.
Apakah Filsafat Islam itu? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Awalnya, penamaan filsafat Islam menimbulkan kontroversi. Ada yang tidak setuju bahwa filsafat disandingkan dengan Islam. Sehingga terdapat variasi nama, diantaranya: Filsafat Muslim, Filsafat Arab, dan Filsafat dalam Dunia Islam.
Tentu saja, berbagai nama itu memiliki sejarah, argumentasi, dan dasar masing-masing. Akan tetapi, menurut literatur filosofis, filosofi Islam tidak hanya cocok dengan filosofi islami.
Banyak cendekiawan Islam yang menyatakan bahwa filsafat Islam merupakan kekayaan intelektual yang ada di dunia Islam, baik filsuf muslim maupun non muslim. Karakter filsafat Islam adalah teosentris (ketuhanan). Selain itu, sumber-sumber filsafat Islam juga diperoleh dari terjemahan buku-buku Yunani, Romawi, Persia, India, dan lainnya.
Berdasarkan sumbernya, ada anggapan bahwa filsafat Islam adalah tiruan filsafat Yunani. sepemahaman saya pribadi hal ini tidak bijak, karena banyak tema baru dalam filsafat Islam. Dimana tema-tema itu tidak ada dalam filsafat Yunani.
Misalnya tema nubuatan, mukjizat, eskatologi dan sebagainya. Keajaiban seperti isra mikraj sering dianggap mitos. Namun, justru inilah fungsi filsafat Islam. Dia menjelaskan bahwa mukjizat bukan hanya mitos dan kepercayaan. Tetapi dengan argumentasi dan sistematis.
Salah satu isu penting adalah pelarangan filsafat. Banyak kalangan yang menyatakan bahwa filsafat itu haram, sesat, mengganggu aqidah, berbuat ateis dan sebagainya. Mengapa asumsi tersebut sering muncul?
Masyarakat dan para intelektual di masa keemasan Islam (era Abbasiyah) lebih terbuka terhadap ilmu pengetahuan. Secara kronologis, peradaban Islam (Abbasiyah) menjadi pusat peradaban dunia karena faktor intelektual.
Terjemahan buku-buku Yunani-Hellenis ke dalam bahasa Arab menjadi bukti bahwa masyarakat era Abbasiyah terbuka terhadap produk luar. Bahkan pemerintahan era Abbasiyah mendirikan Baitul Hikmah.
Baitul hikmah merupakan perpustakaan, pusat studi, dan juga terjemahan buku-buku asing. Terjemahan buku-buku Yunani melahirkan keilmuan baru, dari fisika, astronomi, kedokteran, etika, politik, dan lain sebagainya.
Ternyata, ini berbeda dengan milenial sekarang. Generasi milenial sekarang (meski tidak semuanya) seringkali tidak menikmatinya. Seolah-olah bukan dari wahyu dan kitab suci, maka itu sesat. Dengan kata lain "kitab suci adalah ya - filsafat tidak".
Dengan terjemahan ini, Islam pada masa itu berkembang dan maju. Inilah yang harus dicontoh di abad 21 ini. Sikap terbuka, memilah dan memilih. Dalam artian, faktor keterbukaan merupakan kunci utama pembelajaran filosofi.
Salah satu keunikan lain dari filsafat Islam adalah epistemologinya. Jika di Barat sarana memperoleh ilmu terbatas pada Rasio, maka dalam filsafat Islam melibatkan hati (intuisi). Ada tiga aliran utama epistemologi dalam Islam.
Pertama, epistemologi paripatetik, yang mendasarkan prinsipnya pada silogisme yang sangat rasional (Aristotelian). Hal ini dapat dipelajari dari Ibnu Sina yang tidak akan membahas suatu masalah yang tidak terbukti secara rasional. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui kekuatan indera, imajinasi, nalar, dan berpikir.
Kedua, aliran iluminasi, yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati tidak hanya dari pembuktian rasional, tetapi pada proses intuitif. Genre ini pernah populer oleh Suhrawardi al-Maqtul.
Pada dasarnya, pengalaman mistik harus dikerjakan melalui bukti-bukti rasional. Dalam arti menggabungkan cara nalar dengan intusi, saling melengkapi dan mendukung. Karena akal tanpa intuisi tidak akan mencapai transendensi kebenaran, sedangkan intuisi tanpa didukung oleh proses penalaran bisa menjadi salah arah.
Ketiga, epistemologi Mulla Sadra yang merupakan grand synthesis dari aliran-aliran sebelumnya. Padahal, tidak hanya berdasarkan nalar dan intuisi, tapi dipadukan dengan syariat.
Berawal dari pengalaman intuitif, kemudian dicari dukungan rasional, kemudian disesuaikan dengan syariat. Atau dimulai dari pemikiran, kemudian hidup dengan pengalaman intuitif dan mencari dukungan dari syariat. Dan bisa juga dimulai dari syariat, kemudian dirasionalisasi, dan dipertajam dengan pengalaman intuitif.
Berdasarkan metode burhani dan irfani dalam epistemologi Islam, ilmu dibedakan menjadi dua, yaitu ilmu Hushuli dan Hudluri. Ilmu Hushuli adalah ilmu yang diperoleh melalui metode Burhani dengan realitas alam, sosial, dan manusia.
Ilmu Hushuli bersifat deskriptif, seperti pelajaran yang dipetik dari sekolah dasar dan seterusnya. Proses dan prosedur meliputi abstraksi, analitis, serta kritis.
Perlu ditekankan bahwa metode burhani adalah upaya berpikir secara konseptual. Dalam arti membaca dari faktual ke konseptual. Tentu butuh latihan, dengan membuat argumen yang diklarifikasi dengan konsep, dan dikritisi.
Ini unik, karena metode burhani kompatibel dengan epistemologi Barat. Selain itu, yang membedakan metode Burhan dengan metode lainnya adalah keyakinannya pada kausalitas, ada sebab dan akibat.
Selanjutnya, ilmu Hudluri, atau dalam istilah sufi bisa disebut al Ru'yah al Mubasyirah. Nama lain disebut ilmu laduni, ilmu kasyaf, dan dalam kajian ilmiah disebut dengan pengalaman langsung, yaitu ilmu yang hadir secara langsung dalam diri seseorang tanpa melalui proses burhan.
Pengetahuan Hudluri tidak dapat dijelaskan secara deskriptif, tetapi secara intuitif melalui metode Irfani. Contoh sederhana termasuk rasa, seperti pedas atau cinta. Yang bisa dijelaskan hanyalah manifestasinya. Misalnya pedas bisa digambarkan dengan bibir panas, tapi rasa pedas itu sendiri hanya bisa dideskripsikan oleh orang yang mengalaminya.
Cara memperoleh ilmu hudluri tidak seperti ilmu hushuli, yaitu tidak deskriptif. Tetapi dengan lebih dekat dengan Tuhan, membersihkan hati. Menarik jika kita merefleksikan bagaimana nalar berperan dalam irfan. Setidaknya dapat dikatakan bahwa peran nalar ibarat ember yang siap menampung ilmu pengetahuan tanpa metode burhani.
Berbicara dari latar belakang, perkembangan, dan epistemologi. Filsafat Islam adalah filsafat yang unik dan keren. Filsafat Islam menurut literatur merupakan jembatan antara Filsafat Skolastik dan Modern. Jika direnungkan, filsafat Islam menyumbangkan berbagai gagasan dan konsep yang mempengaruhi peradaban dunia. Inilah yang perlu kita gali lebih dalam. Karena meskipun ilmu itu penting untuk dipraktekkan, ia juga perlu menemukan makna filosofisnya. Semoga bermanfaat.