Musim masih seperti biasa, berganti sesukanya saja. Menipu mereka yang suka menerka-nerka, dan membingungkan kepala-kepala kesepian, serta mengacaukan perempuan-perempuan tanpa kepastian.
Sementara Orang-orang yang kekurangan pekerjaan sepertiku hanya akan kembali bermain-main dengan kenangan di kepalanya, atau mengotak-atik lemari menemukan diary paling lucu yang pernah ditulis semasa sekolah dulu.
Setiap cerita akan terlewatkan, itulah baiknya orang sepertiku. Sebab semua yang terlewatkan bisa jadi kenangan, tanpa harus istimewa dan penuh kemewahan.
Pada hembusan angin yang menyuguhkan udara pengap kota. Kali ini, aku hanya ingin mengisahkan satu peristiwa gila dalam hidupku.
Aku tulis bukan untuk dijadikan pelajaran, melainkan untuk ditertawai khusus bagi orang-orang yang telah lama kehilangan gembira dalam jiwanya.
Aku akan menulis tentang seorang perempuan kacau yang memikat. Sembari menulis dan membayangkan, membuatku kembali teringat kisah-kisah mengerikan dalam mitologi Yunani.
Seperti Echo yang jatuh cinta pada Narcissus, sementara Narcissus hanya mencintai dirinya sendiri. Walau Narcissus pada akhirnya meninggal karena tenggelam akibat jatuh cinta pada bayangannya sendiri di air.
Kurang lebih seperti itu gambaran kisah yang akan aku ceritakan. Bermula dari perjalananku ke suatu daerah yang sangat tertata rapi. Dengan kota kecil yang bersih dengan kondisi sosial yang harmoni.
Berangkat dari rasa penasaran, aku ke sana. Dan benar aku menemui seorang perempuan yang memang sudah lama aku idam-idamkan.
Jin, adalah nama yang aku berikan padanya. Tidak seperti remaja pada umumnya, penuh kenekatan aku langsung mengajak dia kencan, bercinta dan saling memadu kasih.
Tanpa basa-basi, ia pun setuju untuk ketemu dan melanjutkan percakapan di salah satu penginapan di kota itu. Aku tahu rasa itu penting, dan aku sungguh punya perasaan mendalam terhadapnya, walau kusadari ia tak begitu tertarik melibatkan rasa dalam hubungan kami.
Sehingga kami terus berkomunikasi, ketemu dan membawaku pada pemahaman lebih dalam. Bahwa aku begitu larut dalam perasaanku terhadapnya, sementara ia tak pernah sedikitpun mencintaiku.
Aku merasakan bagaimana sosok perempuan cantik dengan postur tubuh layaknya gitar, seperti artis-artis papan atas yang setiap pekan muncul di televisi, melampiaskan dendamnya di masa lalu padaku di Plataran dengan penuh birahi.
Sebagai lelaki dengan segenap gejolak perasaan, aku menerima semua itu dengan penuh kegembiraan. Seolah kami menjadi sepasang takdir yang saling berbagi suka.
Walau selepas itu, ia akan kembali bersedih, atau pura-pura tersenyum sembari berucap “Semoga kekasih simpanan ku tidak tahu” harapnya parau.
Tetapi lama-lama ia akan berkabar lagi, seolah menjadikan kata rindu sebagai alat untuk kembali melampiaskan dendamnya padaku.
Di situlah aku banyak belajar tentang jejak masa lalu seseorang yang kelam bisa saja ditumpahkan di hari depan dengan orang yang berbeda tentunya.
Saat-saat ia mengecup bibirku lalu tersenyum lugas, aku menyaksikan kepuasan dan kelegaan yang dinampakkan di wajahnya.
Meski berat untuk mengakui diri ini sebagai wadah pelampiasan, sebab secara biologis aku juga menikmati keadaan itu, tanpa menampik jerita tangis dari belahan jiwaku yang benar-benar tulus.
Hingga pada suatu ketika hujan membawa kabar, entah kenapa kala itu hujan bukan sekedar membawa manusia pada kenangan semata, tetapi juga memberikan keterangan baru.
Perempuan tersebut tiba-tiba mengeluh lantaran perasaannya terabaikan, dan aku menyimpulkan ia baru merasakan apa yang aku rasakan. Sakitnya mencintai seseorang yang telah lama mencintai orang lain.
Tetapi aku tidak kalah, aku hanya lelah saja. aku terus berusaha bertindak profesional, memberikan semangat untuk tetap memperjuangkan apa-apa yang diinginkannya. Ia pasrah dan berakhir jengkel padaku, seolah aku adalah penyebab sehingga cintanya tidak terbalas.
Hingga ia terus memintaku untuk datang ke tempatnya, walau sangat berat dan penuh tantangan, aku memutuskan menjadi manusia yang bertanggung-jawab, aku hadir di hadapannya.
Dengan rasa gembira menunggunya di tempat biasa kami bercumbu, ia lama tidak datang. Lalu akhirnya ia memberi kabar kalau dirinya sedang sibuk dan tidak bisa menemui.
Aku menerima perlakuan itu sebagai kewajaran atas lelaki brengsek sepertiku. Demikian seterusnya, aku diminta datang dan mendapatkan perlakuan serupa, tidak kunjung ditemui dengan berbagai alasan yang pastinya tidak masuk akal.
Aku terus saja menerima hal itu sebagai ganjaran yang wajar. Hingga aku menyadari peristiwa itu sebagai pelampiasan dendam yang membuat dirinya sangat puas dan lumayan lega.
Singkatnya, sebagai lelaki yang tidak baik-baik saja. Pengorbanan adalah bagian perjalanan, sementara pengkhianatan adalah tantangan hidup sebelum rasa bosan membuat kita berhenti dari semua harapan.
Terakhir, perempuan itu mengirimkan padaku gambar setangkai mawar yang nampak sudah lama layu. Ia memberiku isyarat akan inginnya padaku yang sudah tidak bisa lagi diselamatkan.
Walau mati-matian aku berusaha mengembalikan bunga itu kembali mekar, mewangi dan indah, memupuk dengan berbagai macam nutrisi, merawat dan menaungi dari terik mentari, bahkan menyiramnya dengan keras oleh deru tangis dan air mata.
barangkali ada yang minat menanam benih tanpa buah? hubungi 0813-33191831