Siapa yang tahu semuanya akan seperti ini?
Kau yang banyak membuat cerita kini meninggalkan derita, kau yang memulai cinta kini tinggal cerita, kau merajut kini kau yang menghancur.
Jikalau ku tahu,
Tak mau kubiarkan kau membuat cerita dalam hidupku, jika ku tahu tak mau kubiarkan rindu itu menumpuk dalam dadaku, jika ku tau, tak mau ku biarkan cerita kelam bersampul kenangan manis yang kau tinggalkan untuk ku.
Kau tak tahu,
Bagaimana aku membalut luka dengan senyuman, bagaimana aku merawat setia dalam sepi, bagaimana aku merawat percaya setelah diperdaya.
Kau tak tahu itu kan!!
Bagaimana aku berjuang, menunggu sementara kenyataan pahit menghujamku berkali-kali.
Hari-hariku berlalu dengan kesuraman tak berujung, tak dapat kubedakan mana cinta mana derita, mana yang tulus mana palsu. Semua kepalsuanmu terlihat tulus dimataku.
Kau tak tahu,
Bagaimana kekuatan cintamu merenggut kewarasanku, bagaimana kebodohan cinta menguasai diriku, bagaimana hariku tanpa jeda sedikit pun selalu memikirkanmu.
Hingga saat ini,
Masih sering ku pikirkan, bagaimana aku pernah dengan sebodoh itu mencintaimu, pernah dengan segila itu menggilaimu, pernah dengan sepolos itu melihat cintamu.
Kau tak tahu itu kan!!
Kau yang lebih banyak memberiku luka ketimbang cinta, kau yang banyak memberi harapan dari pada tindakan, yang lebih banyak meninggalkan dari pada membahagiakan, masih dengan sangat ku percaya.
Sementara,
Tangan yang datang membelai, ku tepiskan dengan angkuh. Angin rindu yang datang pun sekedar berhembus kemudian hilang diantara riuhnya pepohonan.
Kau tentu masih ingat. Bagaimana aku memintamu untuk bertahan, bagaimana aku memintamu untuk tak pergi, memintamu untuk tetap disisi.
Tapi kau memilih berlalu dengan cerita yang sudah baru.
Kau menepihku dengan alasan ketidakcocokan. Setelah sekian lamanya hubungan bertahan, mengapa baru sekarang ketidakcocokan baru kau bicarakan. Kau membuat semuanya terlihat mudah untuk ditinggalkan, membuat semuanya memang harus untuk dilupakan.
Kau berlabuh jauh,
Tanpa monoleh apa yang telah kau tinggalkan. Sementara sepasang mata memandangmu dengan air mata. Sepasang mata memandangmu dengan harapan untuk kembali. Ku hujani diriku dengan percaya bahwa kau akan kembali dan mengatakan " Kau merindukan ku.
Ku gantungkan harapan itu setinggi mungkin, dan harus jatuh dengan harapanku sendiri.
Kejatuhanku membuatku sadar, harapan tetaplah hanya harapan. Tak akan pernah bisa kupaksakan menjadi kenyataan.
Kini setelah semuanya membaik,
Kau kembali dengan cerita luka yang menyayat hati, cerita rindu yang tak dapat ku mengerti, cerita komitmen untuk masa kini.
Benarkah demikian? Aku ragu tentang itu, setelah semua yang kau perbuat.
Kau tentu sakit dengan sikapku saat ini. Tapi aku sosok lelaki yang pernah sakit dengan kepergianmu, pernah sakit dengan sikapmu, pernah sakit dimasa lalumu, pernah sakit dengan semua tentangmu.
Langit kamarku sesak dengan awan yang kuciptakan, bantal - bantal dikamarku basah dengan terkurasnya banyak air mata, dinding - dinding seolah menghakimiku.
Kau tak tahu itu kan!!
Dengan semua lukamu, sekarang dapat kau mengerti bagaimana harusnya menghargai orang yang tulus mencintaimu, orang yang bersedia tetap disisimu, dititik terendah sekalipun.
Banyak lelaki bisa mencintaimu, tapi tidak semua lelaki bisa tulus denganmu. Banyak lelaki bisa kau dapatkan, tapi tak semua lelaki bisa memahami kesulitanmu. Banyak yang bisa datang berbagi bahagia denganmu, tapi tak semua lelaki bisa mengisi kekosonganmu.
Sekarang aku masih menikmati kesendirian, mencintai kebebasanku, menghargai diriku sendiri. Tanpa perlu melibatkan siapapun. Termasuk kau!
Aku tak mau lagi terlibat dengan cerita luka yang menyesakan dada, cerita cinta yang menguras banyak air mata, dan juga menguras banyak tenaga.
Seperti kataku "Masih kucintai kebebasan.
Dan tentu saja kau tak ingin terluka bukan? Kau dan aku sosok yang pernah merasakan luka perihal cinta, tentu tak ingin luka itu tertancap kembali.
Tak perlu berlarut dengan luka, tak perlu terburu-buru untuk memulai. Nikmati dulu kesendirianmu. Kesendirian tidak akan membunuhmu, sepi tidak akan menghakimimu.
Semuanya akan membaik dengan berjalannya waktu.
Kecuali,
Jika kau biarkan luka itu menjalar dalam dirimu, maka barangkali kau akan dibunuh oleh sepi dan kesendirian yang mencekam.
Aku tak menaruh dendam padamu. Hanya saja untuk memulai kembali, itu tak akan pernah terjadi. Rasaku sudah tak lagi sama.
Aku akan setia mengirimmu cerita menemani sepimu, cerita hangat yang membalut dinginmu, jika kau mau.
Pergilah,
Simpanlah cerita ini dalam peti hatimu, atau buang bersama derasnya arus selat masalembu. Jika rindu itu datang padamu hunuskan ia dengan sikapku yang menyakitimu, maka kau akan baik-baik saja. Rindu itu pun akan menghilang dengan sendirinya.
Semesta akan merawatmu, waktu akan membimbingmu.